Advokasi Guru P2G Tanggapi Dugaan Korupsi Proyek Chromebook Rp9 Triliun Era Nadiem

Belakangan ini, dunia pendidikan Indonesia dihebohkan oleh kabar penyelidikan dugaan korupsi proyek pengadaan Chromebook senilai Rp9 triliun yang dilaksanakan pada masa Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim. Isu ini ramai diperbincangkan, apalagi setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan akan mengusut kasus tersebut. Tak hanya publik, para guru yang tergabung dalam Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) juga turut angkat suara dan memberikan kritik tajam terhadap pelaksanaan proyek ini.

Latar Belakang Proyek Chromebook

Proyek Chromebook merupakan salah satu inisiatif digitalisasi pendidikan yang diusung Kemendikbudristek pada era Nadiem Makarim. Daftar panjang termasuk pengadaan Chromebook bernilai Rp9 triliun, sebuah angka luar biasa yang memicu dugaan terkait korupsi proyek tersebut. Chromebook sendiri adalah laptop berbasis Chrome OS yang dirancang untuk penggunaan sederhana, fokus pada aplikasi web, dan layanan cloud seperti Gmail, Google Drive, serta Google Docs. Proyek ini dikontrak untuk jangka waktu lima tahun dengan nilai fantastis mencapai Rp9 triliun. Selain itu, kontrak layanan Google Cloud Platform juga disebut-sebut bernilai Rp250 miliar per tahun.


Kritik dan Respons Guru P2G

Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, secara terbuka menyampaikan kritiknya melalui media sosial X (dulu Twitter). Ia menilai, proyek ini memang layak diusut oleh KPK karena dinilai penuh kejanggalan, terutama dalam hal implementasi dan pemanfaatan perangkat di lapangan.

“Mesti diusut, Chromebook disebar gitu aja,” tulis Iman Zanatul Haeri, menyoroti distribusi perangkat yang terkesan asal-asalan.

Lebih jauh, Iman menyoroti fitur Chromebook yang terbatas dan hanya optimal jika terhubung ke internet. Ironisnya, perangkat ini tetap didistribusikan ke sekolah-sekolah di daerah yang bahkan belum memiliki akses sinyal internet yang memadai, memicu kekhawatiran adanya dugaan korupsi proyek tersebut.

“Fiturnya terbatas, kudu online, dikasih ke guru yang sekolahnya gak ada sinyal,” lanjutnya

Kritik ini mewakili keresahan banyak guru di daerah yang merasa perangkat digital seperti Chromebook belum sepenuhnya menjawab kebutuhan nyata di lapangan. Banyak sekolah masih berkutat dengan masalah infrastruktur dasar seperti listrik dan jaringan internet yang stabil.


KPK Mulai Usut Dugaan Korupsi

Menanggapi keresahan publik dan para guru, KPK menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dalam proyek senilai Rp9 triliun ini. Penyelidikan akan difokuskan pada proses pengadaan, distribusi, hingga penggunaan anggaran yang dinilai sangat besar.

KPK juga akan menelusuri apakah ada indikasi penyalahgunaan wewenang, mark-up harga, atau pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan proyek. Proses ini diharapkan dapat memberikan kejelasan sekaligus efek jera bagi pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran hukum. Semua ini menjadi bagian penting dalam menangani dugaan korupsi proyek bernilai fantastis tersebut.


Permasalahan Implementasi di Lapangan

Distribusi perangkat Chromebook ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia memang menjadi langkah besar dalam upaya digitalisasi pendidikan. Namun, realita di lapangan menunjukkan banyak kendala:

  • Keterbatasan Infrastruktur:
    Banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, belum memiliki akses internet yang memadai. Akibatnya, Chromebook yang membutuhkan koneksi internet untuk berfungsi optimal, menjadi kurang bermanfaat dalam proyek dugaan korupsi yang bernilai Rp9 triliun ini.
  • Fitur Terbatas:
    Chromebook didesain untuk penggunaan berbasis cloud. Tanpa internet, sebagian besar fitur utamanya tidak bisa digunakan.
  • Kesiapan Guru dan Siswa:
    Tidak semua guru dan siswa terbiasa menggunakan perangkat digital, sehingga perlu pelatihan dan pendampingan yang intensif.
  • Distribusi Asal-asalan:
    Ada kesan perangkat dibagikan tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan kesiapan sekolah penerima.

Dampak Bagi Dunia Pendidikan

Jika dugaan korupsi ini terbukti, dampaknya tidak hanya pada kerugian negara secara finansial, tetapi juga kepercayaan publik terhadap program digitalisasi pendidikan. Guru dan siswa yang seharusnya menjadi penerima manfaat, justru dirugikan karena perangkat tidak bisa digunakan secara optimal.

Dugaan korupsi proyek Rp9 triliun ini menjadi pelajaran penting tentang perlunya perencanaan matang, asesmen kebutuhan, dan pengawasan ketat dalam setiap proyek pengadaan barang/jasa di sektor pendidikan.


Harapan Guru dan Masyarakat

P2G dan para guru berharap KPK dapat mengusut kasus ini secara transparan dan tuntas. Mereka juga mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan kebutuhan riil di lapangan sebelum meluncurkan proyek-proyek digitalisasi pendidikan.

Beberapa harapan yang disuarakan:

  • Pemetaan Kebutuhan yang Akurat:
    Sebelum distribusi perangkat, lakukan survei kondisi infrastruktur dan kesiapan SDM di sekolah.
  • Pelatihan dan Pendampingan:
    Sertakan program pelatihan intensif bagi guru dan siswa agar perangkat benar-benar bermanfaat.
  • Pengawasan dan Evaluasi:
    Libatkan masyarakat dan organisasi profesi guru dalam pengawasan proyek agar lebih transparan dan akuntabel.
  • Prioritaskan Infrastruktur Dasar:
    Pastikan akses listrik dan internet tersedia sebelum mendistribusikan perangkat digital.

Kasus ini menjadi sorotan tajam di dunia pendidikan Indonesia, dengan fokus utama pada dugaan proyek terkait korupsi Rp9 triliun yang melibatkan Chromebook. Kritik dari Advokasi Guru P2G menyoroti pentingnya pengawasan, perencanaan matang, dan distribusi perangkat yang tepat sasaran. KPK diharapkan dapat mengusut kasus ini secara transparan demi keadilan dan kemajuan pendidikan nasional.

Pantau terus perkembangan kasus ini untuk mengetahui bagaimana masa depan digitalisasi pendidikan di Indonesia akan dibenahi dan diperbaiki.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *